Minggu, 21 Oktober 2012

Pria dari Libya Ini Membuatku Galau

Hari Jumat, 19 Oktober 2012 pukul 16.52 aku merasakan hatiku seolah separuh menghilang.
Seperti de javu. Perasaan ini seperti pernah aku alami dulu.
Ternyata iya, sakit karena patah hati. Itu yang aku rasakan.
Laki-laki ini bernama Khalid Soliman, laki-laki berasal dari Libya yang studi magister di Solo (pada awalnya).
Selama hampir satu bulan dia tinggal di sebelah rumah. karena tidak dapat berbahasa Indonesia dan hanya sedikit menguasai Bahasa Inggris maka aku sering menjadi guide dadakan untuk membantu dia.
Satu bulan kami lewati dengan sering berkirim pesan singkat dan bertelepon (walaupun rumah kami bersebelahan tapi tidak enak bila terlalu sering ngobrol).
Dating pertama kami lewati di Cafe "am - pm", kita ngobrol panjang lebar dan dalam hati tidak ingin berakhir.
Dating ketiga di Solo Grand Mall, walaupun cuma windows shopping dan ngobrol, benar-benar sensasi yang luar biasa dan dari sana aku merasakan sesuatu yang telah hilang dari hatiku.
Dating keempat di Rumah Sakit Budi Sehat, menemani dia cek kesehatan sampai mengambilkan hasilnya dengan senang hati membuatku bertanya-tanya, "Aku ini kenapa?"
Dating kelima (bukan dating sebenarnya, karena dengan salah satu temannya) ke Tawangmangu. Aku merasakannya seperti perpisahan. dia banyak diam, banyak menghela napas, banyak melamun tapi di sanalah untuk petama kali kami berpegang tangan. Perasaan yang menjalar memang luar biasa.
Masih ingat aku saat pertama menjabat tangannya, hangat, setelah itu tidak pernah lagi kami bersentuhan.
Saat pertama kami berkenalan, kami mengobrol sangat lama, hampir 3 jam dan sambil berdiri, tapi aku tidak pernah bosan dengan itu.
Pada saat itu dia memintaku untuk mendampinginya di Solo, mengajarkannya Bahasa Inggris dan Indonesia serta membantunya saat dia membutuhkan pertolongan.
Saya terus berusaha memberi pengertian padanya setiap ada kata-kata dia dalam Bahasa Inggris salah. Kami selalu ingin belajar. Banyak janji yang aku ucapkan padanya yang belum aku tepati, aku ingin dia lebih mengenal Solo, dan pastinya, lebih mengenal aku.
Aku benar-benar ingin membantu dan mendampinginya. Tapi satu kesalahanku, aku terbawa perasaanku. Aku tidak bisa membedakan hubungan teman dan kekasih. Karena kata-kata dan prlakuannya tidak menunjukkan "hanya teman".
Aku mulai menyukai pergi dengannya, mengorol dengannya, merindukan pesan-pesan singkatnya, panggilan "my dear"nya, senyum cerianya yang benar-benar meluluhkanku dan aku tidak mendapatkan itu selama dua minggu terakhir dia di Solo. Nafasnya terdengar berat, matanya menerawang jauh dan kadang setiap jawaban dari kata-katanya sangat menunjukkan dia punya masalah. Ingin aku membantu, mendampingi tapi dia seakan menutup hatinya.
Aku benar-benar merindukannya. Merindukan caranya mengucapkan Bahasa Indonesia yang lucu, merindukan mimiknya yang bingung saat aku ucapkan Bahasa Inggris dan dia tidak memahaminya, merindukan caranya mengucapkan Bahasa Arab yang sama sekali tidak aku mengerti, merindukan saat dia menyuruhku belajar memasak karena dia pintar sekali memasak, merindukan sembunyi di balik punggungnya saat dia memboncengku, merindukan cara makannya yang lucu karena dia asing sekali dengan masakan Indonesia, merindukan caranya bertanya "apakah masakan ini manis?" karena dia tidak suka manis, merindukan mimik dan senyumnya saat aku memesankan Strawbery Juice kesukaannya, merindukan saat kami tertawa lepas berdua saat mengobrol di manapun kami bisa mengobrol.
Aku masih ingat janji-janjinya, dia ingin sekali mengajariku berbahasa dan menulis Arab, dia bahkan mengujiku membaca surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas (hahaha), dia ingin memasakkan makaroni kesukaannya, dia ingin mengajakku ke Tawangmangu lagi dan menggendongku saat pulang, how sweet!
Oh..baru satu minggu dan aku sangat merindukannya, padahal aku tidak tahu apakah dia memiliki perasaan yang sama atau tidak karena aku sama sekali tidak melihat itu padanya.
Dia putuskan untuk mengakhiri studinya di Solo dan melanjutkan ke Semarang, sangat membuatku patah hati, sangat kehilangan, tapi itu keputusannya, bahkan aku sama sekali tidak punya hak untuk menghalangi, aku hanya perempuan yang katanya adalah temannya (tapi kenapa dia selalu mesra padaku?). Dan semoga keputusannya adalah keputusan yang dapat membawanya ke tempat dan pencapaian yang baik, aku akan selalu mendoaakan yang terbaik untuknya sehingga dia dapat melakukan yang terbaik untuk negara tercintanya.
Hanya satu yang aku yakini, kami berdua sempat melewati hari-hari yang penuh senyum dan tawa, jadi aku yakin dia tidak akan pernah melupakan "kami".
Sakit hati ini bukan karena dia, tapi karena aku yang membuat diriku sendiri terbawa oleh kebodohanku, aku sangat berterimakasih karena dia memberikan energi yang luar biasa saat aku membutuhkan penguatan, berterimakasih karena dia memberikan senyum dan tawa berharga dengan sensasi yang luar biasa pula. dan yang pasti membuatku lebih mengenal "laki-laki".
Aku berharap suatu saat dapat semeja lagi dengannya, mengobrol hal-hal ringan dengan secangkir cokelat atau kopi seperti yang pernah dia buatkan untukku, kopi manis semanis senyum dan kulitnya (ehem...).
Hebat, laki-laki yang hanya aku kenal satu bulan, yang sering mengganggu aku dengan keterbatasan dan keinginan-keinginannya dapat membuatku menulis sepanjang ini, mencurahkan banyak sekali kata dan kenangan, padahal hanya satu bulan dia ada di Solo (sampai sekarang aku masih berharap kata-katanya untuk pindah hanya bercanda seperti yang selalu dia lakukan padaku). Dan aku berharap ini bukan tulisan terakhirku tentang dia tapi tulisan pertama yang mengawali perjalnan kami (itu harapanku, hanya Tuhan yang tahu, dalem manut).
Kembalilah suatu saat My Dear (selama ini aku belum pernah memanggilnya dengan sebutan nama atau panggilan apapun), buat aku tersenyum, tertawa, marah, sebal bahkan diam-diam mencuri pandang padamu.
Aku merindukannmu, karena percaya atau tidak, kau seperti yang aku minta pada Tuhan untuk kubahagiakan dan membahagiakanku.
Tuhan, sebelum tidur aku berdoa tentang jodohku, pagi ini aku kembali berdoa dan seketika datang pesan darinya, aku tidak tahu apakah itu tanda darimu atau hanya sebuah kebetulan karena hatiku meminta yang pertama.